Kamis, 28 Juni 2012

Proses Pasca Panen Tanaman Jagung


I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Jagung merupakan komoditas penting dalam industri pangan, kimia maupun industri manufaktur. Di  Indonesia jagung juga merupakan  makanan pokok utama yang memiliki kedudukan penting setelah beras.  Usaha pengembangan jagung nasional harus didukung oleh industri pascapanen sehingga mampu menciptakan keuntungan yang sebenarnya secara bisnis.  Salah satunya adalah dengan membuat produk olahan berbasis jagung yang mempunyai umur simpan yang lama.
Kegiatan pascapanen merupakan bagian integral dari pengembangan agribisnis, yang dimulai dari aspek produksi bahan mentah sampai pemasaran produk akhir. Peran kegiatan pascapanen menjadi sangat penting, karena merupakan salah satu sub-sistem agribisnis yang mempunyai peluang besar dalam upaya meningkatkan nilai tambah produk agribisnis. Dibanding dengan produk segar, produk olahan mampu memberikan nilai tambah yang sangat besar. Daya saing komoditas Indonesia masih lemah, karena selama ini hanya mengandalkan keunggulan komparatif dengan kelimpahan sumberdaya alam dan tenaga kerja tak terdidik, sehingga produk yang dihasilkan didominasi oleh produk primer.
Pemanfaatan teknologi pengolahan jagung berpeluang meningkatkan nilai komoditas jagung tidak hanya sebagai sumber pakan tetapi dapat diolah menjadi berbagai produk pangan yang bernilai ekonomi seperti pop-corn, tepung jagung, pati jagung dan minyak jagung. Pascapanen jagung selama ini masih dkerjakan secara tradisional. Dengan teknologi yang ada (existing technology), maka diperlukan investasi teknologi baik untuk pengolahan jagung di sektor hulu maupun hilir. Untuk pengembangan industri pati jagung, dibutuhkan investasi mencapai Rp 80-160 miliar.
Keberhasilan pengembangan jagung kini tidak hanya ditentukan oleh tingginya produktivitas saja namun juga melibatkan kualitas dari produk itu sendiri. Agar komoditas tersebut mampu bersaing dan memiliki keunggulan kompetitif. Agar dihasilkan mutu jagung yang baik maka tehnik pasca panennya pun harus lebih diperhatikan dan ditangani lebih baik.
1.2. Rumusan Masalah
            Yang menjadi prmasalahan disini ialah segala hal yang dapat menyebabkan masalah dalam pembuatan makalah ini yaitu :
1. Bagaimana cirri-ciri jagung yang siap panen ?
2. Bagaimana proses penanganan pasca panen yang baik ?
3. Tahapan-tahapan apa saja yang ada dalam penanganan pasca panen jagung ?
4. Bagaimana bentuk dan standar jagung yang bagus untuk dipasarkan ?



II. PEMBAHASAN

2.1. Ciri dan Umur Panen
Pemanenan dilakukan pada saat jagung telah mencapai masak fisiologis yaitu berkisar 100 hari setelah tanam tergantung dari jenis varietas yang digunakan. Pada umur demikian biasanya daun jagung/klobot telah kering dan berwarna kekuning-kuningan.
Ciri jagung yang siap dipanen adalah:
a) Umur panen adalah 86-96 hari setelah tanam.
b) Jagung siap dipanen dengan tongkol atau kelobot mulai mengering yang ditandai dengan
     adanya lapisan hitam pada biji bagian lembaga.
c) Biji kering, keras, dan mengkilat, apabila ditekan tidak membekas.
Jagung untuk sayur (jagung muda, baby corn) dipanen sebelum bijinya terisi penuh. Saat itu diameter tongkol baru mencapai 1-2 cm. Jagung untuk direbus dan dibakar, dipanen ketika matang susu. Tanda-tandanya kelobot masih berwarna hijau, dan bila biji dipijit tidak terlalu keras serta akan mengeluarkan cairan putih. Jagung untuk makanan pokok (beras jagung), pakan ternak, benih, tepung dan berbagai keperluan lainnya dipanen jika sudah matang fisiologis. Tanda-tandanya: sebagian besar daun dan kelobot telah menguning. Apabila bijinya dilepaskan akan ada warna coklat kehitaman pada tangkainya (tempat menempelnya biji pada tongkol). Bila biji dipijit dengan kuku, tidak meninggalkan bekas.
2.2. Cara Panen
Cara panen jagung yang matang fisiologis adalah dengan cara memutar tongkol berikut kelobotnya, atau dapat dilakukan dengan mematahkan tangkai buah jagung. Pada lahan yang luas dan rata sangat cocok bila menggunakan alat mesin pemetikan.
2.3. Periode Panen
Pemetikan jagung pada waktu yang kurang tepat, kurang masak dapat menyebabkan penurunan kualitas, butir jagung menjadi keriput bahkan setelah pengeringan akan pecah, terutama bila dipipil dengan alat. Jagung untuk keperluan sayur, dapat dipetik 15 sampai dengan 21 hari setelah tanaman berbunga. Pemetikan jagung untuk dikonsumsi sebagai jagung rebus, tidak harus menunggu sampai biji masak, tetapi dapat dilakukan ± 4 minggu setelah tanaman berbunga atau dapat mengambil waktu panen antara umur panen jagung sayur dan umur panen jagung masak mati.
2.4. Proses Pasca Panen Jagung
Penanganan pasca panen jagung di antaranya meliputi :
a. Pemipilan dengan tangan
b. Pemipilan dengan mesin
c. Penjemuran jagung setelah dipipil
d. Proses sortasi dan grading
e. Penyimpanan jagung pipilan yang sudah disortir
f. Pengiriman Jagung pipilan untuk di ekspor
g. Pengolahan jagung
Penanganan pasca panen secara garis besar dapat meningkatkan daya gunanya sehingga lebih bermanfaat bagi kesejahteraan manusia. Hal ini dapat ditempuh dengan cara mempertahankan kesegaran atau mengawetkannya dalam bentuk asli maupun olahan sehingga dapat tersedia sepanjang waktu sampai ke tangan konsumen dalam kondisi yang dikehendaki konsumen. Persyaratan mutu jagung untuk perdaganagn menurut SNI dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif.
Persyaratan kualitatif meliputi :
a. Produk harus terbebas dari hama dan penyakit
b. Produk terbebas dari bau busuk maupun zat kimia lainnya (berupa asam)
c. Produk harus terbebas dari bahan dan sisa-sisa pupuk maupun pestisida
d. Memiliki suhu normal
Sedangkan persyaratan kuantitatif dapat dilihat pada Tabel 1.
No.
Komponen Utama
Persyaratan Mutu (% maks)
I
II
III
IV
1.
 Kadar Air
14
14
15
17
2.
 Butir Rusak
2
4
6
8
3.
 Butir Warna Lain
1
3
7
10
4.
 Butir Pecah
1
4
3
5
5.
 Kotoran
1
1
2
2
Tabel 1.Mutu Jagung
Pengendalian mutu merupakan usaha mempertahankan mutu selama proses produksi sampai produk berada di tangan konsumen pada batas yang dapat diterima dengan biaya seminimal mungkin. Pengendalian mutu jagung pada saat pasca panen dilakukan mulai pemanenan, pengeringan awal, pemipilan, pengeringan akhir, pengemasan dan penyimpanan.
2.5. Pengolahan Hasil Tanaman Jagung
Pengolahan hasil tanaman jagung dimaksudkan untuk memperpanjang masa simpan jagung, meningkatkan nilai estetika jagung, meningkatkan keanekaragaman makanan dengan bahan dasar jagung, meningkatkan nilai jual, dan daya saing olahan jagung.
Grading dan sortasi jagung merupakan langkah pertama yang sangat penting dalam pengolahan jagung karena berpengaruh terhadap kualitas hasil akhir produk. Grading dan sortasi di tingkat petani umumnya dilakukan secara manual.
Nilai ekonomis tanaman jagung terutama diperoleh dari tongkol jagung dan biji pipilan jagung. Tongkol jagung (masak susu) dapat diolah menjadi berbagai produk masakan, sedangkan tongkol jagung (masak penuh), antara lain dapat diolah menjadi jagung giling dan tepung jagung.  Beberapa contoh hasil olahan jagung, sebagai berikut: mie jagung, bihun jagung, pati jagung, minyak jagung, pakan ternak dan lain-lain.
1. Pengupasan
            Setelah jagung dipanen, langkah selanjutnya adalah pengupasan kulit atau pengopekan kulit jagung. Pengopekan kulit jagung dilakukan berdasarkan tujuan penggunaan jagung.  Ada berbagai cara pengopekan jagung.
Pengopekan jagung semi (baby corn) dilakukan sampai jagung kelihatan, kulit muda pada  pangkal tongkol jagung ditinggalkan sepanjang 5 – 7 cm.  Rambut-rambut jagung dibersihkan. Sedangkan jagung yang akan digunakan untuk  jagung sayur biasanya tidak dikopek atau sebaliknya dikopek sampai bersih. Demikian juga jagung yang akan dikonsumsi untuk jagung rebus. Berbeda dengan jagung yang akan digunakan sebagai biji kering jagung, biasanya jagung dikopek dan dibuang rambutnya sampai bersih kemudian dijemur. Tetapi ada juga jagung yang dikopek hanya dengan mengupas kulitnya kemudian ditarik sampai ke pangkal tongkol sehingga bijinya kelihatan, tanpa harus membuang kulitnya. Kulit jagung ini digunakan untuk mengikat jagung satu dengan lainnya.
Tujuan pengopekan jagung adalah untuk menurunkan kadar air dan kelembaban sekitar biji. Kelembaban pada biji jagung akan menyebabkan kerusakan biji dan tumbuhnya cendawan. Selain itu pengopekan kulit jagung dapat memudahkan dan memperingan pengangkutan selama proses pengeringan (Purwono dan Hartono, 2002)
2. Pengeringan
a. Pengeringan alami
Pengeringan alami merupakan pengeringan yang dilakukan dengan bantuan sinar matahari (penjemuran). Cara pengeringan ini cukup mudah dan biayanya murah. Namun, kendalanya adalah jika cuaca tidak memungkinkan maka proses pengeringan akan berlangsung tidak sempurna dan memerlukan waktu lama. Pengeringan pada musim hujan memakan waktu 7-14 hari dan pada musim kemarau antara 3-7 hari. Agar diperoleh hasil pengeringan yang baik, sebaiknya disediakan areal pengeringan yang cukup luas. Hal ini dikarenakan jagung yang akan dikekringkan tidak boleh ditumpuk. Teknis penjemuran dapat dilakukan pada lantai jemur, alas anyaman bambu, tikar, atau dengan cara digantung untuk tongkol yang masih ada kelobotnya. Pengeringan di lantai jemur sering menghasilkan biji retak. Selain dengan cara dijemur di panas matahari, ada sebagian petani yang melakukan pengeringan denga cara diasap. Cara pengeringan ini biasanya dilakukan di para-para diatas dapur. Untuk mengeringkan jagung dalam jumlah banyak, cara pengeringan ini kurang efektif diterapkan, kecuali kalau sumber asapnya dibuat khusus seperti dari pembakaran sekam, tongkol jagung, kayu, atau bahan yang lain. Pengeringan tongkol jagung dilakukan hingga kadar air mencapai 17-20%. Pada kadar air ini, jagung mudah dipipil tanpa menimbulkan banyak kerusakan.
b. Pengeringan buatan
Pengeringan buatan adalah pengeringan yang dilakukan dengan bantuan alat mekanis. Penerapan cara ini untuk mengantisipasi kalau terjadi hari hujan terus menerus. Beberapa jenis alat pengering yang biasa digunakan adalah omprongan, alat pengering dengan aerasi, dan alat pengering tipe continuous.
3. Sortasi
Sortasi dilakukan untuk memisahkan tongkol jagung yang berukuran besar dengan yang kecil, berbiji rapat dengan jarang atau rusak, berwarna seragam putih atau kuning dengan yang tidak seragam, serta sudah masak dengan belum masak. Untuk memisahkan biji yang berukuran besar dan kecil dapat dilakukan setelah pemipilan.
4. Pemipilan
Salah satu kegiatan yang kritis dalam penanganan pascapanen di tingkat petani adalah pemipilan karena kehilangan hasil pada tahap ini dapat mencapai 4%. Pemipilan merupakan kegiatan melepaskan biji dari tongkol, memisahkan tongkol, dan memisahkan kotoran dari jagung pipilan. Tujuannya adalah untuk menghindarkan kerusakan, menekan kehilangan, memudahkan pengangkutan, dan memudahkan pengolahan selanjutnya. Oleh karenanya, sebaiknya pemipilan dilakukan pada saat yang tepat, yaitu saat kadar air jagung berkisar 17-20%. Penjemuran dalam bentuk pipilan memakan waktu 2-4 hari pada musim hujan dan 1-2 hari pada musim kemarau.


Pemipilan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara tradisional dan bantuan alat.
a. Pemipilan secara tradisional
Petani di pedesaan masih banyak memipil jagung secara tradisional, yaitu dengan menggunakan tangan. Dengan cara ini, kapasitas pipilnya hanya sekitar 10-2- kg/jam. Meskipun kapasitasnya kecil, namun cara pemipilan ini cukup efektif dalam memisahkan tongkol dengan kotoran lain. Selain itu, kerusakan yang ditimbulkan relative kecil. Selain dengan tangan, pemipilan tradisional yang lain adalah pemukulan jagung pada karung dengan tongkat. Kapasitas pipilan jagung pada cara ini dapat ditingkatkan, tetapi kerusakan mekanis yang ditimbulkan lebih besar. Kerugian lainnya adalah biji yang hilangpun meningkat karena banyak yang tertinggal pada tongkol.
b. Pemipilan dengan alat.
Pemipilan jagung dengan bantuan alat dapat dilakukan baik dengan alat sederhana maupun bermesin. Pemipilan dengan alat bermesin umumnya dilakukan petani dengan cara menyewa mesin pemipil jagung yang dioperasikan di lahan penanaman atau dirumah-rumah petani. Kapasitas pemipilan cara ini mencapai 1-2 ton/jam. Berbagai tipe alat pemipil yang tersedia di pasaran diantaranya Kikian, Pemipil tipe Sulawesi Utara, Pemipil Sederhana tipe silinder, pemipil tipe mungil, pemipil tipe ban, dll.
5. Pembersihan
            Setelah jagung dipipil, terutama jagung yang dipipil dengan mesin atau alat pemipil perlu dibersihkan dari kotoran-kotoran. Kotoran-kotoran yang tercampur dengan jagung pipil misalnya tanah,  potongan janggel, biji yang pecah, biji yang lapuk, dan batu. Pembersihan jagung pipilan dari kotoran dapat dilakukan secara manual atau dengan menggunakan alat. Pembersihan jagung pipilan secara manual dilakukan dengan menampi atau mengaduk-aduk biji jagung dan menyapunya dengan sapu lidi. Pembersihan jagung pipil dengan menggunakan alat berupa ayakan atau saringan. Pembersihan jagung pipil  dengan menggunakan ayakan atau saringan ini selain membersihkan juga dapat sekaligus  untuk sortasi (Wijandi, 2003).
6. Pengemasan Jagung
Pengemasan dengan karung harus mempunyai persyaratan bersih dan mulutnya dijahit mulutnya, berat netto maksimum 75 kg dan tahan mengalami handling baik waktu pemuatan maupun pembongkaran.
Di bagian luar karung (kecuali dalam bentuk curah) ditulis dengan bahan aman yang tidak luntur dan jelas terbaca antara lain :
a. Produce of Indonesia
b. Daerah asal produksi
c. Nama dan mutu barang
d. Nama perusahaan/ pengekspor
e. Berat bruto
f. Nomor karung
g. Tujuan
            Ada beberapa tujuan pengemasan jagung, yaitu agar jagung bersih dari kotoran, mengurangi serangan jamur dan hama (Purwono dan Hartono, 2002).
Pengemasan jagung disesuaikan dengan tujuan pasar jagung. Umumnya, kemasan yang digunakan berupa karung dengan berat antara 25-50 kg, sedangkan eceran seberat 1-5 kg. Adapun kemasan jagung untuk dipasarkan di supermarket umumnya menggunakan plastik wrapping seberat 1kg yang berisi sekitar 6 buah tongkol jagung (Purwono dan Hartono, 2002).
7. Penyimpanan Jagung
            Penyimpanan jagung dapat dilakukan dengan beberapa cara. Cara penyimpanan jagung yang biasa dilakukan oleh para petani adalah dengan menyimpan jagung  kering yang masih ditongkol. Jagung tongkol kering ini diletakkan di atas perapian atau disimpan di tempat yang kering, tidak terkena air hujan. Tempat penyimpanan jagung juga sebaiknya tidak ada tikus. Selain menyimpan jagung yang masih melekat di tongkol, jagung juga disimpan dalam bentuk pipilan kering. Jagung tongkol kering lebih tahan disimpan dalam waktu lama dari pada jagung pipil kering.
            Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan apabila jagung akan disimpan dalam gudang. Faktor-faktor tersebut adalah:
Kebersihan gudang: sebaiknya gudang dibersihkan dan disemprot dengan insktisida yang aman untuk mencegah hama bubuk.
Kelembaban gudang : gudang yang lembab akan mendukung tumbuhnya mikroorganisme.
Alas : agar kadar air pada biji jagung terjaga, sebaiknya lantai gudang dialasi dengan denga papan.
8. Pengangkutan Jagung
            Setelah jagung dipanen dari tempat tanam, jagung diangkut ke tempat tertentu untuk mendapatkan penanganan. Biasanya jagung diangkut masih dengan kulitnya atau diangkut dalam bentuk jagung yang sudah kering. Pengangkutan jagung harus dilakukan dengan hati-hati agar jagung tdak banyak mengalami kerusakan. Agar jagung tidak mengalami kerusakan selama dalam pengangkutan, jagung perlu dikemas dengan karung atau dengan keranjang. Kemasan jagung untuk pengangkutan sebaiknya diatur yang rapi agar daya tampung dalam kendaraan semaksimal mungkin.
2.6. Standar Produksi Jagung
Standar produksi tanaman jagung meliputi; satandar klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan, pengemasan dan rekomendasi.
Diskripsi Standar mutu jagung di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-03920-1995).
Klasifikasi dan Standar Mutu
Berdasarkan warnanya, jagung kering dibedakan menjadi:
Jagung kuning : bila sekurang-kurangnya 90% warnanya bijinya berwarna kuning
Jagung putih : bila sekurang-kurangnya 90% warnanya bijinya berwarna putih
Jagung campuran : bila warna bijinya tidak memenuhi syarat klasifikasi warna jagung kuning ataupun jagung putih.
Dalam perdagangan internasional, komoditi jagung kering dibagi dalam 2 nomor, yaitu HS dan SITC. Sedangkan  berdasarkan penggunaannnya jagung kering dibedakan menjadi jagung benih dan jagung non-benih.
              



Senin, 12 Maret 2012


PENGENDALIAN DENGAN TANAMAN TAHAN HAMA

v  Hubungan antara serangga dan tanaman inang
Apabila dilihat dari hubungan taksonomi tanaman inangnya maka dikenal 3 kelompok serangga herbivora, yaitu :
1.      Monofag, yaitu tanaman inangnya hanya satu jenis tanaman/sedikit jenis tanaman yang berdekatan sesama genus
2.      Oligofag, yaitu tanaman inangnya berupa jenis tanaman dari beberapa genus sesama famili
3.      Polifag, yaitu tanaman inangnya banyak jenis dari famili-famili yang berbeda atau dari ordo yang berbeda

v  Agar kita dapat lebih mudah mengerti tentang mekanisme ketahanan atau resistensi tanaman terhadap hama perlu kita pelajari lebih dahulu hubungan antara serangga dan tanaman dilihat dari segi perilaku dan fisiologi serangga serta sifat tanamannya sendiri

1)  Sifat perilaku dan fisiologi serangga
·         Sifat perilaku serangga herbivora yang penting dalam kaitannya dengan interaksi serangga dan tanaman adalah tentang bagimana langkah-langkah serangga dalam memberikan tanggapan (respon) terhadap rangsangan (stimuli) dari tanaman sehingga serangga herbivora datang dan memakan tanaman tersebut

·         Menurut Kogan (1984) ada 5 langkah yang dilaksanakan oleh serangga herbivora yaitu :
a.   Penemuan habitat inang
Langkah pertama yang terjadi ketika serangga dewasa yang sedang memencar menemukan  lokasi habitat umum serangga inang, biasanya pada langkah awal ini rangsangan yang menarik bukan dari tanaman tetapi rangsangan fisik seperti cahaya, suhu, kebasahan, dan angin. Begitu habitat umum ditemukan maka serangga kemudian dengan menggunakan indera penglihatan dan pembauan dapat menemukan inang yang benar

b.   Penemuan inang
Langkah kedua, faktor-faktor yang menarik disini adalah warna, ukuran, dan bentuk tanaman. Begitu serangga telah menemukan inangnya rangsangan tanaman jarak pendek yang menyebabkan serangga menetap pada tanaman tersebut. Dengan indera peraba dan pengecapnya serangga menguji apakah tanaman tersebut dapat diterma sebagai inang atau tidak


c.   Pengenalan inang
Pada langkah ketiga ini serangga mencoba mencicipi (respon kimiawi) dan meraba-raba (respon fisik) tanaman untuk mengetahui kesesuaiannya sebagai pakan. Apabila ternyata tanaman tersebut sesuai serangga akan meneruskan makannya

d.   Penerimaan inang
Karena rangsangan berbagai senyawa kimiawi tanaman yang sesuai, maka sampailah pada langkah yang keempat, inang bisa diterima

e.   Kecocokan inang
Nilai nutrisi tanaman dan tidak adanya zat racun akhirnya yang menentukan bahwa tanaman tersebut sangat cocok sebagai pakan untuk kehidupan dan perkembangbiakan serangga secara optimal.

2)  Sifat tanaman sebagai sumber rangsangan, ada 2 yaitu :
a.   Sifat morfologik
Ciri-ciri morfologik tanaman tertentu dapat menghasilkan rangsangan fisik untuk kegiatan makan serangga atau kegiatan peletakkan telur. Seperti variasi ukuran daun, kekerasan jaringan tanaman, adanya rambut dan tonjolan dapat menentukan seberapa jauh derajat penerimaan serangga terhadap tanaman tertentu

b.   Sifat fisik
·         Ciri-ciri fisiologik yang mempengaruhi serangga biasanya berupa zat-zat kimia yang dihasilkan oleh metabolisme tanaman baik metabolisme primer maupun metabolisme sekunder

·         Hasil metabolisme primer seperti karbohidrat, lipid, protein, hormon, enzim, dll.oleh tanaman digunakan untuk pertumbuhan dan pembiakan tanaman. Beberapa hasil metabolisme primer tersebut juga dapat menjadi perangsang makan, bagian nutirsi serangga, dan mungkin juga sebagai racun

·         Senyawa-senyawa kimia yang dihasilkan oleh proses metabolisme sekunder karena fungsinya tidak menentukan metabolisme primer dianggap memiliki fungsi untuk pertahanan tanaman terhadap serangga herbivora. Metabolit ini disimpan dalam jaringan tanaman tertentu dan sering dieksudasikan melalui permukaan bagian tanaman tertentu



·         Ada banyak senyawa kimia yang yang khas dan berfungsi dalam komunikasi antar organisme, senyawa ini disebut SEMIOKHEMIK

·         Senyawa-senyawa kimia yang termasuk dalam semiokhemik dapat dibedakan antara feromon yaitu berfungsi dalam komunikasi antar individu dalam satu spesies, sedangkan kelompok kedua adalah senyawa allelokhemik yang mendorong komunikasi antar spesies yang berbeda. Metabolit yang merangsang respon serangga herbivora termasuk dalam allelokhemik. Allelokhemik ini terbagi menjadi 2 yaitu :
1.     Allomon, yaitu zat kimia yang menguntungkan bagi produsen (tanaman) dan merugikan bagi penerima (serangga), yang termasuk dalam allomon ada beberapa yaitu :
§  Zat repellent atau penolak yang mengusir serangga dan menjauhi tanaman
§  Zat penggairah gerakan yang memulai dan mempercepat gerakan
§  Zat penekan atau suppresant yang menghalangi kegiatan makan atau pengisapan oleh serangga
§  Zat penghalang atau deterrent yang menghalangi kelanjutan proses makan dan peletakkan telur
§  Zat antibiotik yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan normal larva, mengurangi umur dan pembentukan imago
§  Zat antixenotik yang mengganggu perilaku normal pemilihan inang

2.     Kairomon, lebih menguntungkan bagi yang menerima zat tersebut (serangga) dan merugikan bagi produsen (tanaman). Yang termasuk dalam kairomon adalah :
§  Zat penarik atau attraktan yang menarik arah gerakan serangga ke tanaman inang
§  Zat penahan atau arrestant, yang menahan dan memperlambat gerakan serangga sehingga serangga tetap ditanaman
§  Zat penggerak makan

v  Dari kedua kelompok zat allelokhemik tersebut yang berperan penting dalam penemuan sifat ketahanan tanaman terhadap serangga adalah allomon





v  Mekanisme ketahanan tanaman :
  • Tanaman yang tahan adalah :tanaman yang menderita kerusakan yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan tanaman yang lain dalam keadaan tingkat populasi hama yang sama dan keadaan lingkungan yang sama. Jadi pada tanaman yang tahan, kehidupan dan pekembangbiakkan serangga hama menjadi lebih terhambat bila dibandingkan dengan populasi hama yang berada tanaman yang tidak tahan atau kurang tahan

  • Sifat ketahanan yang dimiliki oleh tanaman dapat merupakan sifat asli atau terbawa keturunan (faktor genetik) tetapi dapat juga karena keadaan lingkungan yang manyebabkan tanaman menjadi tahan terhadap serangan hama

  • Ketahanan tanaman ada 2 kelompok  yaitu :
1.     Ketahanan ekologik
Para ahli menganggap ketahanan ekologik bukan ketahanan yang sebenarnya dan disebut ketahanan palsu atau PSEUDORESISTANCE. Sifat ketahanan ekologik tidak tetap dan mudah berubah tergantung pada keadaan lingkungannya

2.     Ketahanan genetik
Adalah ketahanan tanaman yang sebenarnya, sifat ketahanan genetik relatif stabil dan sedikit dipengaruhi oleh perubahan lingkungan

v  Ketahanan genetik
Ada 3 mekanisme resistensi tanaman, yaitu :
1.   Ketidaksukaan (Nonpreference)
·         Nonpreference menunjukkan sifat tanaman yang menyebabkan serangga menjauhi atau tidak menyenangi tanaman baik sebagai pakan atau sebagai tempat untuk peletakkan telur

·         Sebetulnya istilah yang lebih tepat untuk sifat ini adalah antixenosis yang berarti menolak tamu (xenosis=tamu)

·         Penolakan tanaman dapat dibagi menjadi penolakan kimiawi atau antixenosis kimiawi dan penolakan morfologi atau antixenosis morfologik

·         Antixenosis kimiawi terjadi karena tanaman mengandung allelokhemik yang menolak kehadiran serangga pada tanaman


·         Contohnya kumbang mentimun Diabrotica undecimpunctata, lebih menyenangi mentimun yang memiliki kandungan kukurbitasin (suatu zat attracktan dan penggairah makan) dibangdingkan dengan mentimun lain yang sedikit mengandung kukurbitasin. Wereng batang padi lebih menyukai varietas padi yang peka dan tidak menyukai varietas padi yang tahan

·         Antixenosis morfologik, ketahanan tanaman disini terbawa oleh adanya sifat-sifat struktur atau morfologik tanaman yang dapat menghalangi terjadinya proses makan dan peletakkan telur yang normal

·         Contohnya hama wereng daun Empoasca yang menyerang kapas tidak suka tanaman kapas yang berbulu karena adanya bulu-bulu menghalangi alat mulutnya (rostrum) untuk dapat menusuk permukaan tanaman dalam memperoleh cairan tanaman. Varietas kapas yang berbulu lebih tahan terhadap serangan wereng kapas dibandingkan dengan yang tidak berbulu

2.   Antibiosis
·         Antibiosis adalah semua pengaruh fisiologis pada serangga yang merugikan yang bersifat sementara atau yang tetap sebagai akibat dari serangga yang makan dan mencerna jaringan atau cairan tanaman tertentu (sudah dimakan oleh hama baru ada efeknya)

·         Gejala penyimpangan yang mungkin terjadi pada serangga yang dipengaruhi oleh antibiosis adalah : Kematian larva, pengurangan laju pertumbuhan, peningkatan mortalitas pupa, ketidakberhasilan dewasa keluar dari pupa, masa hidup serangga dewasa berkurang, perilaku gelisah, dll

·         Timbulnya gejala-gejala tersebut menurut Kogan (1982) disebabkan karena adanya proses fisiologis tertentu yang terjadi didalam tanaman, seperti adanya metabolit toksik pada jaringan tanaman (alkaloid, glukosid, dan quinon), unsur-unsur hara utama tidak ada atau kurang tersedia bagi serangga, perbandingan yang tidak seimbang antara unsur-unsur hara yang tersedia, dan adanya enzim-enzim yang mampu menghalangi proses pencernaan makanan dan pemanfaatan unsur hara oleh serangga

·         Antibiosis sampai saat ini merupakan mekanisme resistensi tanaman yang paling penting dan banyak dicari oleh ahli pemulia tanaman dalam proses untuk memperoleh varietas baru yang tahan hama. Contohnya kandungan gosipol pada kapas untuk ketahanan hama Heliothis, dan kandungan Dimboa (glucoside) pada jagung untuk ketahanan terhadap penggerek batang jagung Ostrinia
3.   Toleran
·         Mekanisme resistensi ini terjadi karena adanya kemampuan tanaman tertentu untuk menyembuhkan luka yang diderita atau tumbuh lebih cepat sehingga serangan hama kurang berpengaruh terhadap hasil, bila dibandingkan dengan tanaman lain yang lebih peka

·         Mekanisme toleran mungkin terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat berjalan sendiri atau bersama, seperti kekuatan tanaman secara umum, pertumbuhan kembali jaringan yang rusak, ketegaran batang dan ketahanan terhadap perebahan, produksi cabang-cabang tambahan, dll

·         Dibandingkan dengan 2 mekanisme ketahanan yang lain mekanisme toleran lebih menguntungkan bila kita lihat dari tekanan seleksi yang diakibatkan. Mekanisme toleran lebih lunak dibandingkan dengan antibiosis dan nonpreferens sehingga perkembangan biotipe tanaman baru yang mampu memecahkan ketahanan toleran berjalan lebih lambat

·         Kerugian mekanisme tolerans terutama karena masih adanya populasi yang cukup tinggi dipertanaman sehingga dapat menjadi sumber infestasi bagi pertanaman lainnya baik yang ada di dekatnya maupun pertanaman pada musim berikutnya. Kelemahan lainnya bahwa mekanisme tolerans sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca yang ekstrim

·         Contoh khas tentang mekanisme toleran didapatkan pada tanaman jagung yang terserang oleh kumbang akar jagung Diabrotica virgivera, tanaman jagung yang tahan ternyata memiliki volume perakaran yang lebih besar dari pada tanaman jagung yang peka

v  Ketahanan ekologik (ketahanan semu)
·         Ketahanan ekologik atau istilah lain ketahanan yang kelihatan atau ketahanan palsu (PSEUDORESISTANCE) merupakan sifat ketahanan tanaman yang tidak dikendalika oleh faktor genetik tetapi sepenuhnya disebabkan oleh faktor lingkungan yang memungkinkan kenampakan sifat ketahanan tanaman terhadap hama tertentu.

·         Sifat ketahanan ini biasanya merupakan sifat yang sementara dan dapat terjadi pada tanaman yang sebenarnya peka terhadap serangan hama tertentu




·         Ada 3 bentuk ketahanan ekologik, yaitu :
1)    Pengelakkan inang
·         Pengelakan inang terjadi bila waktu pemunculan fase tumbuh tanaman tertentu tidak bersamaan dengan waktu pemunculan stadia hama yang aktif mengkonsumsikan tanaman. Pengelakan inang ini terjadi karena adanya ketidaksesuaian fenologi hama dan tanaman

2)  Ketahanan dorongan
·         Sifat ketahanan ini timbul dan didorong oleh adanya keadaan lingkungan tertentu sehingga tanaman mampu bertahan terhadap serangna hama. Ketahanan dorongan ini tejadi antara lain akibat adanya pemupukan dan irigasi serta teknik budidaya yang lain

·         Kehidupan dan perkembangan serangga sangat dipengaruhi oleh keadaan nutrisi tanaman yang tersedia, sedangkan kondisi nutrisi tanaman dipengaruhi oleh pemupukan dan pengairan

·         Misalnya kutu Aphis sangat peka terhadap kandungan N pada tanaman dan mempunyai respons negatif terhadap kandungan K

·         Hama-hama padi seperti penggerek batang padi, hama ganjur, dan wereng coklat padi populasinya meningkat apabila kandungan N pada tanaman padi meningkat

3)  Inang luput dari serangan
·         Sering kita alami dilapangan pada suatu tempat tertentu ada suatu kelompok tanaman tertentu yang sebenarnya memiliki sifat peka terhadap suatu jenis hama, tetapi pada suatu saat tanaman tersebut tidak terserang meskipun populasi hama disekitarnya pada waktu itu cukup tinggi.

·          Hal tersebut tidak berarti bahwa tanaman tersebut tahan terhadap serangan hama, tetapi tanaman tersebut sedang dalam keadaan luput dari serangan hama. Penyebab dari luputnya tanaman dari serangan hama  bisa saja karena dipengaruhi oleh faktor acak dari sebaran serangga







v  Dasar genetik ketahanan tanaman
Ada 2 tipe ketahanan tanaman yaitu :
1.      Ketahanan vertikal/monogenik
Ditunjukkan oleh kultivar yang lebih peka terhadap biotipe-biotipe serangga tertentu dibandingkan dengan biotipe-biotipe lainnya, oleh karena itu ketahanan tanaman hanya terbatas pada satu atau sedikit genotipe tertentu. Sifat ketahanan ini dikendalikan oleh satu atau sedikit gen pada tanaman

2.     Ketahanan horizontal/poligenik
Diatur oleh banyak gen tahan dan ketahanannya tidak stabil karena banyak gen, dan banyak patogen yang ditahannya

v  Pengelompokkan tanaman tahan hama juga dapat dilakukan menurut bagaimana cara sifat ketahanan tersebut diturunkan, disini ada 3 kelompok ketahanan, yaitu :
1.     Ketahanan oligogenik
·         Ketahanan oligogenik juga disebut ‘’ketahanan gen utama’’ yaitu ketahanan yang ditentukan oleh satu atau sedikit gen tersebut yang pengaruh masing-masing gen dapat diketahui. Apabila hanya satu gen yang menentukan ketahanan tanaman disebut ketahanan monogenik

·         Tipe ketahanan ini biasanya menghasilkan resistensi vertikal terhadap serangga dan dapat diturunkan melalui gen dominan atau gen resesif

2.   Ketahanan poligenik
·         Ketahanan poligenik disebut juga ketahanan gen minor yaitu sifat ketahanan yang ditentukan oleh banyak gen dan setiap gen menyumbangkan sedikit terhadap sifat ketahanan

·         Sifat ketahanan tanaman diturunkan melalui cara yang sangat kompleks dan mungkin berhubungan dengan sifat-sifat tanaman lain seperti kekuatan tanaman dan hasil. Ketahanan horizontal biasanya poligenik

·         Contoh ketahanan poligenik terjadi pada tanaman jagung yang tahan terhadap penggerek batang Ostrinia 






3.   Ketahanan sitoplasmik
·         Penurunan sitoplasmik disebabkan karena adanya bahan yang mampu untuk memperbanyak sendiri dan mengadakan mutasi yang hanya dijumpai di sitoplasma

·         Ketahanan sitoplasmik diturunkan secara maternal karena kebanyakan sitoplasma dari zygot datang dari ovum

·         Sifat ketahanan ini sering terjadi pada ketahanan tanaman terhadap penyakit, dan tidak pernah dilaporkan terjadi pada ketahanan tanaman terhadap hama

v  PENGARUH FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP PENAMPAKAN KETAHANAN, YAITU :
  1. Faktor fisik
·         Keadaan cuaca, tanah, cara bercocok tanam merupakan faktor lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi kenampakan sifat ketahanan genetik. Faktor-faktor ini mempengaruhi ketahanan melalui suhu, intensitas cahaya, kebasahan, dan kesuburan tanah terhadap proses fisiologik tanaman yang berperan dalam menentukan kenampakan ketahanan dilapangan

·         Faktor naungan yang menentukan besarnya intensitas cahaya juga dapat mengurangi tingkat ketahanan tanaman. Misalnya ketahanan tanaman kentang terhadap hama kumbang Colorado leptinotarsa decemlineata, dan ketahanan gula bit terhadap kutu Myzus persicae di Amerika dapat menurun apabila tanaman mendapat naungan

  1. Faktor hayati
Faktor hayati yang paling banyak berpengaruh terhadap kenampakan sifat ketahanan tanaman di lapangan adalah :
a.   Biotipe
§  Biotipe adalah populasi serangga hama yang mampu merusak dan hidup pada tanaman atau varietas yang sebelumnya dikenal sebagai tanaman yang resisten terhadap populasi lain dari spesies serangga yang sama

§  Biotipe merupakan istilah yang digunakan untuk membedakan suatu kelompok populasi dengan kelompok populasi lain dari spesies yang sama yang memiliki bentuk morfologik yang sama tetapi berbeda dalam sifat fisiologi dan perilakunya termasuk preferensi terhadap tanaman inang


§  Pemunculan biotipe merupakan proses seleksi alami yang dipercepat oleh tindakan manusia. Apabila tanaman tahan hama ditanam secara terus-menerus secara luas akan merupakan suatu tekanan seleksi bagi lingkungan yang dapat mempercepat terbentuknya biotipe baru

§  Jumlah dan frekuensi pemunculan biotipe baru ditentukan oleh jenis serangga dan intensitas tekanan seleksi yang terjadi. Jumlah biotipe terbanyak yang tercatat adalah aphis yaitu antara 14-20 biotipe

§  Hama wereng batang coklat, Nilaparvata lugens memiliki 4 biotipe yang telah berhasil diidentifikasikan yaitu biotipe 1, 2, 3, dan 4

§  Umumnya pemunculan biotipe serangga hama lebih banyak terjadi pada tanaman dengan ketahanan monogenik

b.   Umur tanaman
§  Respon fisiologik tanaman bervariasi menurut umur tanaman, dan tentunya mempengaruhi kenampakan sifat ketahanan dilapangan

§  Contohnya ketahanan tanaman jagung terhadap hama penggerek batang jagung (Ostrinia spp), disebabkan adanya kandungan DIMBOA yang merupakan antibiosis

§  Tetapi kandungan DIMBOA tertinggi pada permulaan musim atau pada umur tanaman muda, dan kandungan DIMBOA semakin menurun pada umur tanaman yang lebih lanjut.

§  Penurunan kadar DIMBOA lebih cepat terjadi pada varietas yang peka bila dibandingkan dengan varietas jagung yang tahan

v  Langkah pengembangan varietas tahan
·         Kegiatan pengembangan tanaman tahan hama yang lengkap biasanya meliputi beberapa program sebagai berikut :
1.      Identifikasi sumber ketahanan
2.      Penetapan mekanisme ketahanan
3.      Penyilangan sifat ketahanan dengan sifat agronomik lainnya sehingga dapat diperoleh varietas yang lebih unggul
4.      Analisis genetik terhadap sifat ketahanan
5.      Identifikasi dasar-dasar kimia dan fisika sifat ketahanan
6.      Pengujian lapangan multi lokasi
7.      Pelepasan varietas tahan hama yang baru
·         Dari urutan kegiatan tersebut terlihat bahwa untuk memperoleh suatu varietas tahan hama yang baru diperlukan program penelitian yang berencana dan terpadu yang dilakukan oleh banyak ahli dari berbagai bidang ilmu

·         Untuk mengembangkan dan menerapkan berbagai teknik untuk penyilangan, hibridisasi, dan analisis genetik merupakan bagian dari ahli genetika tanaman dan pemuliaan tanaman

·         Sedangkan untuk menetapkan sumber ketahanan dan mekanisme ketahanan serta pengujian laboratorium dan lapangan diperlukan peranan ahli entomologi

·         Ahli fisiologi dan biokimia tanaman kita perlukan terutama dalam mengidentifikasikan sifat dasar kimia dan fisika ketahanan tanaman

·         Sedangkan untuk melihat ciri-ciri keunggulan agronomik dan ekonomik varietas baru yang sedang dikembangkan diperlukan kontribusi dari ahli agronomi dan ekonomi pertanian

·         Untuk kegiatan identifikasi sumber ketahanan beberapa hal yang diperlukan adalah :
a.      Penentuan ukuran atau kriteria ketahanan
b.      Metode perbanyakkan serangga hama dilaboratorium
c.       Penentuan tanaman yang di uji
d.      Metode infestasi massal hama di dalam rumah kaca atau di petak percobaan lapangan

v  Peranan varietas tahan hama dalam PHT
·         Beberapa keuntungan penggunaan varietas tahan hama adalah :
1.   Penggunaannya praktis dan secara ekonomik menguntungkan
§  Untuk menerapkan teknik pengendalian ini petani tidak memerlukan tambahan biaya dan keterampilan khusus karena sudah termasuk ke dalam budidaya tanaman yang normal

2.     Sasaran pengendalian yang spesifik
§  Teknik ini hanya efektif untuk hama sasaran sehingga tidak berpengaruh negatif terhadap organisme bukan sasaran atau musuh alami





3.     Efektivitas pengendalian bersifat kumulatif dan persisten
§  Oleh karena dengan ditanamnya varietas tahan secara terus menerus oleh petani, populasi hama satu musim akan menurun dan pada musim berikutnya akan lebih menurun lagi akibat penekanan populasi pada musim sebelumnya.

§  Meskipun ada masalah pemunculan biotipe hama tetapi umumnya sifat ketahanan ini dapat bertahan cukup lama atau persistensinya tinggi apalagi apabila petani dapat menerapkan pergiliran varietas tahan hama

4.     Kompatibilitas dengan komponen PHT lainnya
§  Pengendalian dengan tanaman tahan dengan mudah dapat dipadukan dengan teknik pengendalian yang lain sehingga diperoleh hasil pengendalian yang optimal.

§  Dengan penanaman varietas tahan hama tingkat populasi hama menjadi lebih rendah, sehingga memudahkan musuh alami untuk mempertahankan populasi hama tetap berada dibawah ambang pengendalian.

§  Penggabungan tanaman tahan hama dengan pengendalian bercocok tanam dapat lebih mengefektifkan pengendalian, misalkan dengan tanaman perangkap yang berupa tanaman peka hama

5.     Dampak negatif terhadap lingkungan terbatas
§  Teknik ini tidak mendatangkan pengaruh negatif terhadap lingkungan dalam bentuk adanya residu bahan beracun, bahaya bagi manusia, dan musuh alami

v  Teknik pengendalian ini juga memiliki beberapa keterbatasan atau permasalahan yang perlu kita ketahui, yaitu :
1.     Waktu dan biaya pengembangan
§  Karena kesulitan dalam memperoleh sumber ketahanan dan prosedur seleksi maka untuk kegiatan tersebut diperlukan waktu yang cukup lama

§  Hal ini tergantung pada jenis hama dan tanamannya, tetapi untuk memperoleh varietas tahan hama yang baru diperlukan waktu sekitar 3-15 tahun dengan jumlah peneliti yang banyak dan biaya yang mahal. Namun setelah diperoleh varietas tahan hama yang baru maka pengeluaran tambahan untuk biaya pengendalian menjadi kecil





2.     Keterbatasan sumber ketahanan
§  Tidak semua sumber ketahanan terhadap banyak jenis hama maupun biotipe hama dapat diperoleh dari koleksi plasma nuftah, seringkali hal ini memperlambat diperolehnya suatu varietas tahan terhadap jenis hama atau biotipe hama tertentu

§  Kadangkala sumber ketahanan dapat juga diperoleh melalui proses mutasi buatan, tetapi teknik menambah kerumitan proses pembentukan varietas unggul yang baru

3.     Timbulnya biotipe hama
§  Melalui proses seleksi alami hama dapat bereaksi terhadap ditanamanya varietas tahan yaitu dengan pembentukkan biotipe baru yang mampu memakan varietas yang sebelumnya memiliki sifat ketahanan. Patahnya ketahanan varietas memaksa para ahli seleksi tanaman untuk selalu mencari varietas yang dapat tahan terhadap biotipe baru

§  Dipihak lain penelitian untuk memperoleh resistensi poligenik memerlukan waktu dan biaya pengembangan yang sangat besar

4.     Sifat ketahanan yang berlawanan
§  Beberapa sifat tanaman dapat mendorong timbulnya ketahanan tanaman terhadap suatu jenis hama, tetapi sifat yang sama dapat mendorong kepekaan tanaman terhadap hama yang lain atau penyakit tertentu. Misalnya adanya bulu pada tanaman kapas tidak disenangi oleh hama wereng kapas sebagai sumber pakan, tetapi sifat berbulu disenangi oleh beberapa hama seperti hama Heliothis untuk tempat peletakan telur

§  Untuk menghindari atau memperlambat timbulnya biotipe baru dan dampak negatif penggunaan varietas tahan, teknik pengendalian ini dalam aplikasinya dilapangan harus dipadukan dengan teknik pengendalian hama yang lain dalam kerangka PHT

§  Dianjurkan kepada petani untuk menerapkan pola pergiliran varietas artinya dari satu musim ke musim berikutnya jangan selalu menanam varietas tahan yang sama atau varietas dengan tetua yang sama, tetapi supaya ditanam varietas yang berbeda tetuanya

§  Pergiliran varietas merupakan salah satu teknik pengendalian hama wereng coklat diindonesia, teknik pergiliran varietas padi secara ketat berhasil diterapkan di Sulawesi Selatan sehingga hama wereng hijau yang dulu merupakan hama utama sekarang sudah bukan menjadi masalah lagi.